RUMAH TEMPATKU BERNAUNG, Membangun Keluarga Fungsional

Secara global,keluarga adalah tempat bernaung, tempat pulang setelah masing-masing anggotanya melakukan aktivitas, tempat menyalurkan kepenatan menjadi keceriaan karena ada kebersamaan. Hingga rumah menjadi menyenangkan ketika ada anggota keluarga yang saling mendukungdi dalamnya.

Keluarga adalah unit sosial terkecil yang peranannya sangat penting dalam menumbuhkembangkan kepribadian seseorang. Ada cukup banyak kasus penelantaran anak, kecanduan minuman keras dan narkoba, kekerasan dalam rumah tangga yang memperlihatkan buruknya pengembanan peran masing-masing anggota keluarga. Dalam banyak literatur, hal ini memberikan dampak negatif bagi perkembangan anak, sejak dini dan bahkan terbawa hingga mereka dewasa.

Jika kita pernah melihat anak-anak yang berperilaku seperti miniatur orang dewasa bisa jadi anak tersebut mengalami situasi keluarga yang tidak berfungsi. Misalnya anak kecil yang mencari nafkah, memerankan fungsi ayah dan ibu dan  tidak ditemukan peran orang tua karena sakit atau pergi. Atau kasus terbaru adalah kasus Angeline di Bali yang ditemukan tewas. Angeline harus memberi makan 50 ekor ayam sebelum berangkat sekolah, dia dilaporkan hilang dan ternyata meninggal di dekat kandang ayam dekat rumahnya.

Keluarga yang tidak berfungsi adalah keluarga yang tidak menjalankan fungsi-fungsi berdirinya sebuah keluarga sehingga anggota keluarga tidak mendapatkan tumbuh kembang yang normal sesuai usianya. Fungsi keluarga secara umum dibagi menjadi 8 fungsi, yaitu : fungsi pendidikan, fungsi sosialisasi, perlindungan, perasaan, agama, rekreatif, ekonomi dan biologis. Keluarga yang berfungsi ditandai dengan berjalannya dengan baik tugas-tugas dasar dalam kehidupan keseharian keluarga yang berkaitan dengan pemecahan masalah,komunikasi, peran masing-masing anggota, respon dan keterlibatan afektif dan kontrol perilaku.

Saat ini dengan semakin sulitnya tingkat ekonomi keluarga dan semakin banyaknya persoalan sosial, keluarga tidak lagi fokus memikirkan keberfungsiannya. Jika ayah ibu bersama-sama mencari nafkah, fokus untuk mendidik anak menjadi persoalan tersendiri. Balancing life (menyeimbangkan peran-peran dalam kehidupan) membutuhkan ketrampilan tersendiri yang tidak sepenuhnya dikuasai oleh banyak keluarga di Indonesia. Akibatnya angka perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, sementara pernikahan justru menurun.

Berdasarkan data Kementerian Agama Republik Indonesia, pada 2009 jumlah masyarakat yang menikah sebanyak 2.162.268. Di tahun yang sama, terjadi angka perceraian sebanyak 10 persen yakni 216.286 peristiwa. Sementara, pada tahun  2010, peristiwa pernikahan di Indonesia sebanyak 2.207.364. Adapun peristiwa perceraian di tahun tersebut meningkat tiga persen dari tahun sebelumnya yakni  berjumlah 285.184 peristiwa. Pada 2011, terjadi peristiwa nikah sebanyak 2.319.821 sementara peristiwa cerai sebanyak 158.119 peristiwa.

Pada 2012, peristiwa nikah yang terjadi yakni sebanyak 2.291.265 peristiwa sementara yang bercerai berjumlah 372.577. Pada pendataan terakhir yakni 2013, jumlah peristiwa nikah menurun dari tahun lalu menjadi sebanyak 2.218.130 peristiwa. Namun tingkat perceraiannya meningkat menjadi 14,6 persen atau sebanyak 324.527 peristiwa.

Fenomena ini memperlihatkan rapuhnya pernikahan di Indonesia dan menurunnya daya adaptasi pasangan terhadap permasalahan yang terjadi di keluarga. Keluarga berfungsi bukan yang tidak pernah mengalami masalah, tetapi keluarga yang memiliki kelentingan ketika masalah itu datang. Tentu ini bisa terjadi ketika pribadi-pribadi yang ada di dalamnya memiliki kematangan sebagai orang dewasa. Dan inilah yang dialami keluarga masa kini, ketika pasangan adalah anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak berfungsi, maka ketika dewasa secara psikologis akan muncul reaksi-reaksi yang tidak dewasa yang memperlambat penyelesaikan konflik.

Berdasarkan  kondisi ini, ada tiga hal yang dapat kita lakukan untuk mendukung keberfungsian keluarga :

  1. Memberikan penyadaran tentang makna dan tujuan berkeluarga sejak dini (usia remaja sampai sebelum menikah)
  2. Membekali keluarga dengan ketrampilan yang cukup untuk menjalankan fungsi-fungsi dan peran yang diembannya
  3. Memberikan dukungan pada pembuat kebijakan untuk membuat aturan yang berpihak pada keluarga, sehingga keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat dapat memerankan fungsinya dengan baik.

Diatas semua hal tersebut, tentu saja keluarga memerlukan fondasi yang kuat sebagaimana bangunan yang kokoh. Fondasi tersebut adalah nilai-nilai agama yang akan memagari perilaku anggotanya. Jika semua perilaku dan implementasi kehidupan berkeluarga  dikembalikan pada bagaimana mencapai derajat taqwa pada Allah SWT, tidak ada masalah yang tidak selesai dan justru menguatkan tujuan-tujuan besar dalam hidup kita yang selalu mendapat dukungan keluarga.

-Iis Istiqamah-

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *